Kamis, 24 November 2016

PENGGUNAAN MAF’UL BIHI DI SURAT AL-BAQARAH JUZ SATU



PENGGUNAAN MAF’UL BIHI
DI SURAT AL-BAQARAH JUZ SATU

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Arab
Dosen : Dr.KH.Ahmad Faiz,Lc.,M.A
Program Studi Manajemen Pendidikan Islam




LOGO UNISNU TERBARU.jpg
 





Oleh :
Ahmad Maimun
210499











Oleh :

Moh Ishomuddin    162610000320
Suntoro                   162610000337
Ali Maksum            162610000345
Mustain                   162610000322
Moh. Rodhi             162610000356





 
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU) JEPARA
PROGAM PASCA SARJANA
2016


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an diturunkan di muka bumi ini dengan tujuan untuk keperluan agar manusia keluar dari kegelapan menuju terang benderang. Al-Qur’an menempati posisi sentral dalam pengambilan hukum atau penjelasan-penjelasan tentang aturan hidup manusia.
Dalam penyajiannya al-Qur’an tidak selalu menerangkan secara gamblang tentang ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum islam. Dari fenomena itulah al-Qur’an masih sangat memerlukan penafsiran.
Maf’ul bih merupakan salah satu isim yang manshub yaitu difathahkan akhir hurufnya. Maf’ul bih (objek penderita) adalah isim yang akan dibahas dalam makalah ini. Dengan alas an terkadang kita sulit menentukan Maf’ul bih dalam suatu jumlah mufidah terutama dalam ayat-ayat Al Qur’an. Maka dari itu makalah ini disusun untuk membantu kita dalam memahami tentang Maf’ul bih.

B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengertian tentang Maf’ul Bih?
2.      Pembahasan Maf’ul Bih yang terdapat pada juz 1 ?
3.      Analisis bahasa Maf’ul Bih yang terdapat pada juz 1 ?



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Maf’ul Bih
1.    Pengertian المفعول به
اَلْمَفْعُوْلُ بِهِ هُوَ الْإِسْمُ الْمَنْصُوْبُ اَلَّذِيْ وَقَعَ عَلَيْهِ فِعْلُ الْفَاعِلِ, وَ لَهُ حُكْمٌ إِعْرَابِيْ وَهُوَ " اَلنَّصْبُ " أَيْ أَنَّهُ دَائِمًا مَنْصُوْبٌ . اَلْمَفْعُوْلُ بِهِ إِسْمٌ مَنْصُوْبٌ يَدُلُّ عَلَى مَنْ وَقَعَ عَلَيْهِ الْفِعْلُ الْفَاعِلُ وَ لَاتَتَغَيِّرُ مَعَهُ صُوْرَةُ الْفِعْلِ
Artinya :  Maf’ul Bih adalah Isim manshub yang terletak pada fi’il dan fa’il, dan hukum I’rabnya adalah Nashob. Dan Maf’ul bih adalah isim yang menunjukkan kepada objek /penderita.
Contoh lain :
1.    كَتَبَ الْوَلَدُ الدَّرْسَ  ; Anak itu telah menulis pelajaran
2.     ضَرَبَ الأُسْتَاذُ وَلَدًا ; Ustadz itu telah memukul seorang anak
3.       شَرِبَتْ مَرِيَمُ اللَّبَنَ  ; Maryam telah meminum air susu
Maf’ul Bih adalah objek penderita, yang dikenai suatu perbuatan. Jika fi’ilnya “memukul” berarti maf’ul bih-nya “yang dipukul”. Jika fi’ilnya “menolong” maka maf’ul bih-nya “yang ditolong”.
Dalam contoh di atas :
1.    كَتَبَ = fi’il,        الْوَلَدُ = fa’il,       الدَّرْسَ = maf’ul bih
2.     ضَرَبَ = fi’il,      الأُسْتَاذُ = fa’il,    وَلَدًا = maf’ul bih
3.       شَرِبَتْ = fi’il,      مَرِيَمُ = fa’il,      اللَّبَنَ = maf’ul bih
Setiap Maf’ul bih harus senantiasa Manshub.
2.    Pembagian Maf’ul Bih
Maf’ul bih terbagi kepada dua bagian, yaitu :
a.    ظاهر           : yaitu Maf’ul bih yang terdiri dari isim zhahir (bukan kata ganti).
Contoh :    ضربَ عليٌ كلباً    : Ali memukul anjing
                      يقرأُ محمَّدُ قرآناً     : Muhammad sedang membaca Quran
b.     ضميرٌ        : yaitu Maf’ul bih yang terdiri dari isim dhamir (kata ganti).
Maf’ul bih dhamir terbagi menjadi dua, yaitu :
1.    Dhamir Muttashil (bersambung)
Maf’ul bih dhamir muttashil ada dua belas,yaitu :
ضربني, وضربنا, وضربكَ, وضربكِ, وضربكمَا, وضربكُمْ, وضربكنَّ, وضربَهُ, وضربهَا, وضربهمَا, وضربهُمْ, وضربهنَّ .
2.    Dhamir Munfashil (terpisah)
Maf’ul bih dhamir Munfashil ada dua belas, yaitu :
ايّايَ, وايَّانَا, وايَّاكَ, وايَّاكِ, وايَّاكمَا, وايَّاكُمْ, وايَّاكُنَّ, وايَّاهُ, وايَّاها, وايَّاهما, وايَّاهُمْ, وايَّاهُنَّ .
3.    Pola-pola Penempatan Maf’ul Bih
 مفعول به = قَرَأَ – مُحَمَّدُ - القُرْآنَ - فاعل - فعل  -1
  سَألَ – النَّبِيَّ - رَجُلٌ =  فاعل  - مفعول به       - فعل -2
(فعل  - فاعل)  -  مفعول به  = سأَلتُ – رسولَ اللّهِ -3
(فعل -  فاعل  - مفعول به)  = أَمَرْتُكَ -4
فاعل = أَمَرَنِى - رَسُوْلُاللّهِ  - (مفعول به فعل) -5
مفعول به -  (فعل  فاعل) = اِيّاكَ - نَعْبُدُ     -6

4.    Pembagian المفعول به berdasarkan tanda nasahabnya
a.    Tanda Nashob Fathah
1.    Isim Mufrad
ضَرَبَ الْأُسْتَاذُ وَلَدًا
( Guru itu telah memukul anak )
شَرِبَتْ مَرْيَمُ اللَّبْنَ 
( Maryam telah minum susu )
ضَرَبَ عَلِيٌّ كَلْبًا
( Ali telah memukul anjing )
يَقْرَأُ مُحَمَّدٌ قُرْآنًا
( Muhammad sedang membaca al-Qur’an )
2.    Jama’ Taksir
ضَرَبَ الْأُسْتَاذُ الْأَوْلَادَ
( Ustads telah memukul para anak )
تَحْمِلُ فَاطِمَةُ الْأَقْلَامَ
( Fatimah sedang membawa polpen-polpen )
يَفْتَحُ أَحْمَدُ الْأَبْوَابَ
( Ahmad sedang membuka pintu )
b.    Tanda Nashob Kasrah
1.    Jama’ Muannats Salim
تَشْتَرِيْ الطَّالِبَاتُ الْمجَلَّاتِ
( Para mahasiswi sedang membeli majalah )
يَجْمَعُ الطُّلَّابُ الْكُرَّاسَاتِ
( Para mahasiswa sedang mengumpulkan buku catatan )
يَغْسِلُ أَحْمَدُ السَّيَّارَاتِ
( Ahmad sedang mencuci banyak mobil )
c.    Tanda Nashob Ya’
1.    Mutsanna
يَحْمِلُ التِّلْمِيْذُ الْكِتَبَيْنِ
( Siswa sedang membawa dua buku)
تَقْرَأُ الْمُدَرِّسَةُ الْمَقَالَتَيْنِ 
( Guru itu sedang membaca dua makalah )
يَقْبِضُ الْبُوْلِيْسُ الْمُجْرِمَيْنَ
(Polisi sedang menangkap dua penjahat )
يَنْتَظِيْرُ الطُّلَّابُ الْحَاضِرَيْنَ
( Para siswa itu sedang menunggu dua hadirin )
2.    Jama’ Mudsakkar salim
يَقْبِضُ الْبُوْلِيْسُ الْمُجْرِمِيْنَ
(Polisi sedang menangkap para penjahat )
يَنْتَظِيْرُ الطُّلَّابُ الْحَاضِرِيْنَ
( Para siswa itu sedang menunggu para hadirin )
يُكَلِّمُ الْمُدِيْرُ الْمُوَظَّفِيْنَ
( Direktur itu sedang berbicara dengan para pegawai )

B.     Maf’ul bih juz 1
Di dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah juz 1 terdapat Maf’ul bih kurang lebih ada 154 lafadz.








C.    Analisa

Al Baqarah ayat 30
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès?

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”.” (QS Al Baqarah : 30)
pxÿÎ=yz kedudukannya sebagai Maf”ul Bih karena isim yang menunjukkan kepada objek atau penderita. Allah SWT menciptakan manusia di muka bumi agar manusia dapat menjadi kalifah di muka bumi tersebut. Yang dimaksud dengan khalifah ialah bahwa manusia diciptakan untuk menjadi penguasa yang mengatur apa-apa yang ada di bumi, seperti tumbuhannya, hewannya, hutannya, airnya, sungainya, gunungnya, lautnya, perikanannya dan seyogyanya manusia harus mampu memanfaatkan segala apa yang ada di bumi untuk kemaslahatannya. Jika manusia telah mampu menjalankan itu semuanya maka sunatullah yang menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi benar-benar dijalankan dengan baik oleh manusia tersebut, terutama manusia yang beriman kepada Allah SWT dan Rasulullah SWT.
Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, ada dua peranan penting yang diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai hari kiamat.
Menurut Ibnu Katsir, Imam Al-Qurthubi dan ulama yang lain telah menjadikan ayat ini sebagai dalil wajibnya menegakkan khilafah untuk menyelesaikan dan memutuskan pertentangan antara manusia, menolong orang yang teraniaya, menegakkan hukum Islam, mencegah merajalelanya kejahatan dan masalah-masalah lain yang tidak dapat terselesaikan kecuali dengan adanya imam (pimpinan).
Segi Tafsiran Al Baqarah ayat 30:
Abu bakar al-Jazai'iri dalam kitabnya Aysar At-Tafasir memberikan tafisran bahwa yang dimaksud dengan kata khalifah secara kebahasaan dalam ayat tersebut adalah "man yakhlufu ghairahu" orang yang menggantikan selainnya, sementara orang yang dimaksud adalah Adam As. Allah menjelaskan dalam ayat ini bahwa khalifah yang nanti diutus ke bumi adalah orang yang akan memberlakukan hukum-hukumnya. Sedangkan pertanyaan malaikat yang terkesan meyangsikan keputusan tersebut, itu berdasarkan kekahwatiran mereka akan khalifah yang nantinya akan berbuat kerusakan di bumi dengan kekafiran dan kemaksiatan. hal ini mereka qiyaskan dengan jin yang telah berbuat hal-hal yang para malaikat takutkan tadi. Selain itu, ayat ini juga ingin menunjukkan atas wujud kekuasaan, pengetahuan dan kebijaksanaan Allah yang wajib dipercayai oleh para hambanya.[1]

Segi Tafsiran Surat Shaad ayat 26:

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ (26)
Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah Keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, Karena mereka melupakan hari perhitungan
Ayat di atas merupakan keberlanjutan kisah nabi Daud dari ayat-ayat sebelumnya. Setelah nabi Daud diampuni oleh Allah (lihat ayat sebelumnya). Allah memerintahkan Daud untuk menjadi pengganti nabi-nabi sebelumnya, sebagai orang yang mengurusi urusan-urusan manusia dimana beliau dituntut berhukum secara adil sesuai syariat Allah dan hal-hal yang diridhai-Nya. Nabi Daud yang menjadi pengganti nabi sebelumnya juga dituntut untuk tidak mengikuti hawa nafsunya, karena jika mengikuti hawa nafsu maka nafsu tersebut akan menyesatkan Daud dari jalan Allah. Berdasarkan ini, maka sesungguhnya hukum yang diaplikasikan dengan syariat ilahiah, tentunya akan memelihara dan mengatur secara tertib kemashlahatan dan memberikan manfaat pada kebaikan baik bagi umum maupun kebaikan-kebaikan khusus. [2]
D.       Kesimpulan
Dari penjelasan diatas maka dapat diambil kesimpulan, adapun kesimpulan dari penjelasan diatas adalah sebagai berikut :
1.    Maf’ul Bih adalah Isim manshub yang terletak pada fi’il dan fa’il, dan hukum I’rabnya adalah Nashob. Dan Maf’ul bih adalah isim yang menunjukkan kepada objek /penderita.
Contoh : كَتَبَ الْوَلَدُ الدَّرْسَ  ; Anak itu telah menulis pelajaran
Maf’ul Bih adalah objek penderita, yang dikenai suatu perbuatan. Jika fi’ilnya “memukul” berarti maf’ul bih-nya “yang dipukul”. Jika fi’ilnya “menolong” maka maf’ul bih-nya “yang ditolong”.
Lihat contoh كَتَبَ الْوَلَدُ الدَّرْسَ  :
كَتَبَ = fi’il,  الْوَلَدُ = fa’il, الدَّرْسَ = maf’ul bih
Maf’ul bih terbagi menjadi dua bagian, yang terdiri dari :
a.    Maf’ul bih Zhahir (bukan kata ganti)
b.   Maf’ul bih Dhamir (kata ganti)
Maf’ul bih memili pola-pola dalam pembentukan kalimatnya, atau dalam kata lain dapat tukar posisi. Terkadang maf’ul bih mendahului fi’il dan fa’il atau setelah fi’il dan fa’il.
Setiap isim yang mempunyai keadaan salah satu dari keadaan di atas, maka I’rob isim tersebut akan berubah menjadi manshub sebagaimana perubahannya yang ada pada pembahasan isim-isim mu’rob.
Khalifah merupakan salah satu term umum dalam al-Qur'an untuk mengartikan pemimpin. Secara umum, kata khalifah beserta turunannya menunjukkan manusia yang Allah jadikan pemimpin diatas bumi, menjadi pengatur atas segala yang terdapat dalam bumi.
Secara khusus kata khalifah juga menunjuk para Rasul yang Allah turunkan ke tiap-tiap ummat untuk menyampaikan risalah ketauhidan dan mengatur kehidupan sesuai syariat ilahiyah. Secara lebih khusus lagi, khalifah diartikan sebagai nabi Adam sebagaimana yang tertera dalam surat al-Baqarah ayat: 30 dengan surat Shaad ayat 26. Dalam ayat tersebut bisa juga dimengerti bahwa pada awalnya penghuni bumi atau jika -bisa dikatakan- khalifah Allah sebelum manusia adalah jin. Hal ini sesuai tafsiran al-Jaza'iri mengenai alasan malaikat mengajukan pertanyaan pada Allah yang didasari dari fakta jin sebagai penghuni awal dibumi telah melakukan kemaksiatan dan kerusakan.
Khalifah, tidak hanya menunjukkan atas penguasa yang berjalan pada rel yang baik, tetapi juga penguasa yang ternyata tidak memenuhi amanah ke-khalifah-annya dengan baik. untuk itu Allah mengingatkan khalifah-khalifah yang ditunjuk (utamanya para Rasul) untuk berhukum dengan syariat Allah dan menjauhi nafsu, serta mengambil pelajaran dari umat-umat yang dijadikan khalifah sebelumnya. Dari sini pula maka perbedaan makna khalifah di banding yang lain dari sudut pandang makna pemimpin ialah, bahwa khalifah yang betul-betul disandarkan sebagai khalifatullah tidak serta merta diciptakan oleh Allah, dalam artian terdapat proses-proses yang harus dilalui yang didalamnya harus memperhatikan nasihat, peringatan dan pengalaman dari khalifah-khalifah terdahulu. Hal ini menjadi alasan kata khalifah disandingkan dengan ja'ala (menjadikan) bukan khalaqa (menciptakan)


DAFTAR PUSTAKA
Al-Quranul Karim, Dar As-Sair, Beirut
, 1994
Al-Quran Digital
Chirzin Muhammad
, Al-Qur'an dan Ulumul Quran, Dana Bhakti Prima Yasa,
Yogyakarta, 1998
Uman Dr. Khairul dan Drs. Ahyar Aminuddin Ushul Fiqh
, Pustaka Setia,
Bandung.
Qaththan, Mana'ul
Mabahis fi Ulumil Quran, Mansyurat al-Ashr Hadits,
Cairo, 2000.
Khalaf, Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqh. Dar Ilm
, Cairo, 1978.



[1]  Aysar at-Tafasir (1/19. Pdf), karangan Abu Bakar al-Jaza'ir
[2]  Aysar at-Tafasir (3/399), Abu Bakar al-Jazairi