Senin, 06 Mei 2019

CERPEN FIQIH


"Saya terima nikahnya Firda Nafisah binti Ahmad Susmoyo dengan mas kawin cincin emas 24 karat seberat 3 gram dibayar tunai " begitu ucap Gunawan menjawab shigat ijab penghulu yang menjadi wakil dari ayah Firda. Bibir Firda melukiskan senyum lega mendengar shigat qabul yang diucapkan oleh Gunawan,walau dia tak bisa menahan derai air mata yang mulai membasahi pipinya sebagai tangis ungkapan bahagia dan syukurnya. Lelaki 29 tahun yang ia kenal saat menghadiri gema shalawat Habib Syekh bin Abdil Qadir di alun-alun kota Jepara 3 tahun yang lalu,kini akhirnya resmi menjadi suaminya.

Hati Firda berdegup cepat saat ia menyambut Gunawan dengan setelan jas hitamnya yang mulai naik ke pelaminan menghampirinya. Ia sambut suaminya dengan senyum manisnya,menyalami dan mencium cukup lama telapak tangan suaminya sambil berjanji dalam hati akan menjadi istri yang baik sampai tua,
Setelah Gunawan membacakan dan memberkahi Firda dengan do'a,mereka pun duduk berdampingan di atas pelaminan bagai raja dan permaisurinya. Namun bunga-bunga kegembiraan itu tak lama bersemayam dalam hati Firda,karena tangan Gunawan yang menggenggam tangannya saat duduk bersanding di kursi pelaminan tiba-tiba terasa dingin. Gunawan meninggal.

♡♡♡
Sorenya,ketika Jenazah Gunawan akan dibawa ke masjid al-Ittihad untuk di shalatkan.
"Pak Kyai, izinkan saya menshalatinya sebelum dibawa ke masjid" Pinta Firda dalam isak tangisnya.
"Silahkan Nduk..." Jawab Pak Kiyai yang kemudian memberi isyarat kepada para pemikul keranda untuk meletakkan keranda kembali.

Bersama Kang Dul dan pelayat yang lain saya menyaksikan keharuan cinta Firda yang melepas suaminya dengan empat takbir shalat jenazah. Air mataku-pun mengembang dikelopak mata. Betapa ajal sedikitpun tidak akan pernah mau kompromi dengan cinta.

Suasana sangat hening dan mengharukan.
"Kang... memang wanita boleh menshalati jenazah ya?" Tanya Kang Dul berbisik ditelingaku tiba-tiba.
"Nggak apa-apa" Jawabku sambil bangkit dari kursi karena jenazah Gunawan sudah mulai dibawa meninggalkan rumah duka.
"Transfer ilmunya kang, bagaimana tinjauan fikihnya..." Tanya Kang Dul lebih lanjut.
"Shalat jenazah juga disyari'atkan dikerjakan oleh kaum wanita, hanya saja dalam pelaksanaannya tidak disunahkan mereka menshalatinya dengan berjamaah, meskipun tidak ada larangan jika berjamaah bersama wanita-wanita lainnya"Jawabku.
"Apakah fardhu kifayahnya shalat jenazah menjadi gugur dengan shalatnya wanita, padahal kaum pria masih ada,Kang...?"Lanjut Kang Dul.
"Ada dua pendapat dikalangan ulama, pendapat yang paling shahih menyatakan tidak gugur fardhu kifayahnya, pendapat inilah yang diputuskan oleh al-Faurâni, al-Baghawy dan ulama-ulama lainnya. Pendapat yang kedua menyatakan gugurnya fardlu kifayah shalat janazah oleh shalat kaum wanita, pendapat ini diputuskan oleh al-Mutawally" Jawab saya.

"Lalu seandainya,Kang... Bila tidak ada yang hadir kecuali hanya kaum wanita ,apakah wajib atas mereka untuk menshalati janazah tersebut?" Tanya Kang Dul lagi.
"Wajib menurut kesepakatan ulama, dan kefardlu-an kifayah juga tergugurkan oleh shalat mereka, namun ya tadi... shalatnya dengan sendiri-sendiri, walaupun tidak masalah bila mereka shalat dengan berjamaah. Yang demikian itu baik mayit laki-laki ataupun perempuan" Jawab saya.

"WaLlahu a`lamu biş-şawab. Sudah sampai masjid Kang... nanti kamu lihat saja sendiri keterangannya di kitab Al-Majmû``alâ Syarh al-Muhaźźab V/211-213" Lanjut saya pada Kang Dul sebelum masuk ke masjid.
"InsyâaLlah Kang..." Sahut Kang Dul sambil berlari kecil menuju ke tempat wudlu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar