Makalah ini disusun
untuk memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah SPI
Progam Pasca Sarjana
Progam Magister Manajemen Pendidikan Islam
Universitas Islam Nahdlatul Ulama` (UNISNU) Jepara
Dosen Pembimbing :
Dr. H. Selamet Hartanto, M.M.
Oleh :
MOH `ISHOMUDDIN
162610000320
![]() |
PROGAM PASCA SARJANA
PROGAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA` (UNISNU) JEPARA
2016/2017
KHULAFAUR RASYIDIN
A. PENDAHULUAN
Pada umumnya setiap penulisan ulang mengenai Sejarah
Pendidikaan Islam pada masa-masa Khulafaur Rasyidin ataupun sejarah-sejarah
lain adalah terbuka dan milik semua orang. Asalkan bisa memahami dan bisa mengaplikasikannya secara sistematis dan
inofatif. Tema besar penulisan makalah ini akan lebih banyak menelusuri mengenai
akar-akar Sejarah Pendidikan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin. Karena nilai-nilai positif Sejarah Pendidikan Khulafaur Rasyidin tidak lagi dijadikan
teladan oleh orang-orang Islam.
Fenomena yang sangat
menyedihkan, mayoritas orang-orang Islam saat ini lebih banyak mengadobsi
budaya/peradaban orang-orang non muslim. semua itu merupakan cerminan bagi
potret perkembangan di masing-masing kawasan Dunia Islam yang terus menerus
menunjukkan dinamikanya.
Tujuan dari penulisan makalah
ini adalah untuk memperkaya nuansa dan pengembangan wawasan dalam studi Sejarah
Pendidikan Islam.
B. RUMUSAN MASALAH
Secara garis besar pembuatan
makalah kami ini akan mencoba membahas tentang:
1. Bagaimana sejarah pedidikan pada masa khulafaur Rasyidin.
2. Proses-proses kebijakan pada
kepemimpinan para khulafaur Rasyidin.
C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Khulafaur Rasyidin
Kata Khulafaur Rasyidin itu berasal dari bahasa arab
yang terdiri dari kata Khulafa dan Rasyidin, Khulafa’ itu menunjukkan banyak
khalifah, bila satu di sebut khalifah, yang mempunyai arti pemimpin dalam arti
orang yanng mengganti kedudukan rasullah SAW sesudah wafat melindungi agama dan
siasat (politik) keduniaan agar setiap orang menepati apa yang telah ditentukan
oleh batas-batasnya dalam melaksanakan hukum-hukum syariat agama islam.
Adapun kata Arrasyidin itu
berarti arif dan bijaksana. Jadi Khulafaur Rasyidin mempunyai arti pemimpim yang bijaksana sesudah nabi Muhammad wafat. Para Khulafaur Rasyidin itu adalah pemimpin yang arif dan bijaksana. Mereka itu terdiri dari para sahabat nabi Muhammad SAW yang berkualitas
tinggi dan baik. Adapun sifat-sifat yang
dimiliki Khulafaur Rasyidin sebagai berikut:
a. Arif dan bijaksana
b. Berilmu yang luas dan mendalam
c. Berani bertindak
d. Berkemauan yang keras
e. Berwibawa
f. Belas kasihan dan kasih sayang
g. Berilmu
agama yang amat luas serta melaksanakan hukum-hukum islam.
Para sahabat yang disebut Khulafaur Rasyidin terdiri dari
empat orang khalifah yaitu:
1. Abubakar Shidik khalifah yang
pertama (11 – 13 H = 632 – 634 M).
2. Umar bin Khattab khalifah yang
kedua (13 – 23 H = 634 – 644 M).
3. Usman bin Affan khalifah yang
ketiga (23 – 35 H = 644 – 656 M).
a. Pada Masa Kholifah Abu
Bakar
Pada awal kekhalifahan Abu Bakar, telah di guncang pemberontakan oleh
orang-orang murtad, orang yang mengaku sebagai Nabi dan orang-orang yang tidak
mau membayar zakat. Pada awal kekuasaannya, Abu Bakar memusatkan konsentrasinya
untuk memerangi pemberontakan yang dapat mengacaukan keamanan dan dapat
mempengaruhi orang-orang islam yang masih lemah imannya untuk menyimpang dari
islam. Maka dikirimlah pasukan untuk menumpas para
pemberontak di Yamamah.
Dalam operasi pemberantasan tersebut, sebanyak 73 orang dari islam gugur, yang terdiri dari sahabat dekat Rasul dan para hafisd Al-Qur’an. Kenyataan ini telah mengurangi jumlah
sahabat yang hapal Al-Qur’an dan jika tidak diperhatikan, sahabat-sahabat yang hapal al-Qur’an akan habis
dan akhirnya akan melahirkan perselisihan di kalangan umat islam mengenai Al-Qur’an. Oleh karna itu sahabat
Umar bin Khatab menyarankan kepada Khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan
ayat-ayat Al-Qur’an. Saran tersebut kemudian di realisasikan Abu Bakar dengan mengutuskan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan semua
tulisan ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan demikian,Khalifah Abu Bakar berjasa dalam menyelamatkan keaslian materi
dasar pendidikan Islam.
Pemberontakan orang-orang murtad, nabi-nabi
palsu, dan orang-orang yang enggan membayar zakat, memberikan pengalaman bagi umat Islam untuk
memperteguh ajaran-ajaran Islam kepada kaum Muslimin sehingga dapat di
hindari kejadian serupa. Pengalaman tersebut memperteguh pendidikan Islam untuk
memperkokoh nilai-nilai Islam dikalangan kaum Muslimin. Akan tetapi, pelaksanaan pendidikan Islam di masa khalifah
Abu Bakar masih seperti di masa Nabi, baik materi maupun lembaga pendidikannya.
Selain mengirim tentara untuk memberantas pemberontak, Abu Bakar juga
memusatkan perhatiannya untuk mengirimkan pasukan dalam rangka memperluas
ekspansi wilayah Islam ke Syiria untuk melaksanakan niat Rasulallah yang telah
dipersiapkan sesaat sebelum Rasulullah wafat. Usaha umat Islam berhasil menaklukan Syiria. Ekspansi wilayah Islam membuat umat Islam kurang memberikan perhatian terhadap
pendidikan Islam.
Sejumlah kemajuan telah dicapai pada masa Abu Bakar. Selain menumpas para
pemberontak (kemurtadan dan nabi palsu Musyailimah dan Tulaihah) dan memperluas
daerah Islam, Abu Bakar juga telah berjasa dalam gagasannya melakukan
pengumpulan naskah-naskah Al-quran yang sebelunya masih berserakan
(kodifikasian Al-Qur’an)[2]
b.
Pada Masa Khalifah Umar bin Khattab
Pada masa kekhalifahan Umar bin Khatab kondisi politik dalam keadaan stabil. Melanjutkan
kebijaksanaan Abu Bakar, Umar bin Khatab mengirim pasukan untuk memperluas
wilayah Islam. Ekspansi Islam dimasa Umar bin Khatab mencapai hasil yang
gemilang, yang meliputi semenanjung Arabia, Palestina, Syria, Irak, Persia dan Mesir. Umar memerintah selama sepuluh tahun enam bulan 4 hari. Ia meninggal
akibat dibunuh oleh seorang budak Kristen dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah
ketika sholat subuh berjamaah di masjid Nabawi.
Sebelum ia meninggal beliau mendirikan lembaga pengadilan dan departemen-departemen
didirikan begitu juga dengan kepolisisan-kepolisisan yag berpungsi menjaga
keamanan. Umar juga mendirikan Baitul Mal, menciptakan tahun hijrah sebagai
awal kalender Islam, memimpin sebagian besar wilayah dunia, membentuk sistem
administrasi dan mendirikan pemerintahan imperium baru.
Dengan meluasnya wilayah islam sampai keluar jazirah Arab, penguasa
memikirkan pendidikan islam di daerah-daerah diluar jazirah Arab karena
bangsa-bangsa tersebut memiliki adat dan kebudayaan yang berbeda dengan Islam.
Untuk itu Umar memerintahkan panglima-panglima, apabila mereka berhasil menguasai suatu kota
hendaknya mereka mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan.
Berkaitan dengan usaha pendidikan itu, Khalifah Umar mengangkat dan menunjuk guru-guru
untuk tiap-tiap daerah yang di taklukan, yang bertugas mengajarkan isi Al-Qur’an dan ajaran Islam kepada penduduk yang
baru masuk Islam .
Pada masa Khalifah Umar, sahabat-sahabat besar yang lebih dekat kepada
Rosulullah dan memiliki pengaruh besar,
dilarang keluar Madinah kecuali atas izin Khalifah dan hanya dalam waktu yang
terbatas. Dengan demikian, penyebaran
ilmu para sahabat besar terpusatkan dimadinah sehingga kota tersebut pada waktu itu menjadi pusat keilmuan Islam.
meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah besar
karena mereka yang baru menganut islam ingin menimba ilmu keagamaan dari
sahabat-sahabat yang menerima langsung dari Nabi, khususnya manyangkut Hadits
Rasul sebagai salah satu sumber agaama yang belum terbukukan dan hanya ada
dalam ingatan para sahabat dan sebagai alat bantu untuk menafsirkan Al-Quran[3].
Sejak masa ini, telah terjadi mobilitas penuntut
Ilmu dari daerah-daerah jauh menuju Madinah sebagai pusat Ilmu Agama Islam.
Gairah menuntut Ilmu Agama Islam tersebut dibelakang hari mendorong lahirnya
sejumlah pembidangan disiplin ilmu keagamaan seperti Tafsir, Hadits, Fiqih dan sebagainya.
Tuntutan untuk belajar bahasa Arab juga sudah nampak dalam pendidikan Islam
pada masa Khalifah Umar. dikuasainya wilayah-wilayah baru oleh Islam,
menyebabkan munculnya keinginan untuk belajar bahasa Arab sebagai bahasa
pengantar diwilayah-wilayah tersebut. Orang-orang yang baru masuk islam dari daerah-daerah yang baru ditaklukan
harus belajar Bahasa Arab jika mereka ingin belajar dan mendalami pengetahuan
Islam. Oleh karena itu masa ini sudah terdapat pengajaran Bahasa Arab.
c. Pada Masa Kholifah Usman bin
Affan
Pada masa khalifah Usman, pelaksanaan Pendidikan
Agama Islam tidak berbeda jauh dengan masa sebelumnya. Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun. Pada masa ini pendidikannya melanjutkan apa
yang telah ada. Sedikit perubahan telah mewarnai pelaksaan pendidikan Islam.
Para shahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan
Madinah dimasa Khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap
didaerah daerah yang mereka sukai. Disitu mereka mengajarkan Ilmu-ilmu yang
dimiliki dari Rasul secara langsung. Kebijakan ini besar sekali artinya bagi
pelaksanaan Pendidikan Islam didaerah-daerah sebelumnya. Umat Islam diluar Madinah dan Makkah, khususnya dari luar semenanjung Arab,
harus menempuh perjalanan jauh yang melelahkan dan lama untuk menuntut Ilmu
agama Islam di Madinah. Tetapi sebenarnya sahabat-sahabat besar keberbagai daerah meringankan
umat Islam untuk belajar Islam kepada sahabat-sahabat yang tahu banyak Ilmu
Islam didaerah mereka sendiri atau didaerah terdekat[4].
Usaha kongkrit dibidang Pendidikan Islam belum dikembangkan oleh Khalifah Usman.
Kholifah merasa sudah cukup dengan pendidikan yang sudah berjalan. Namun
begitu, satu usaha cemerlang telah terjadi dimasa ini, yang berpengaruh luar
biasa bagi pendidikan Islam. Melanjutkan usulan Umar kepada Khalifah Abu Bakar
untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat Al-Quran, Khalifah Usman memerintahkan agar
mushaf yang dikumpulkan dimasa Abu Bakar, disalin oleh Zaid bin Tsabit
bersama Abdullah bin Zubair, Zaid bin
‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits. Penyalinan ini dilatar belakangi oleh
perselisihan dalam bacaan Al-Quran. Menyaksikan perselisihan itu, Hudzaifah
bin Yaman melapor kepada Khalifah Usman dan meminta Khalifah untuk menyatukan
bacaan Al-Quran. Akhirnya, Khalifah memerintahkan
penyalinan tersebut sekaligus menyatukan bacaan Al-Quran dengan pedoman apabila terjadi
perselisihan bacaan antara zaid bin Tsabit dengan tiga anggota tim penyusun,
hendaknya ditulis sesuai lisan Quraisy karena Al-Quran itu diturunkan dengan lisan quraisy.
Zaid bin Tsabit bukan orang quraisy, sedangkan ketiga orang anggotanya adalah orang quraisy.
Setelah selesai menyalin mushaf itu, Usman memerintahkan para penulis
Al-Qur’an untuk menyalin kembali beberapa mushaf untuk dikirim ke Mekkah,
Kuffah, Bashrah, dan Syam. Khalifah Utsman sendiri memegang satu mushaf yang disebut mushaf Al-Imam.
Mushaf Abu Bakar dikembalikan lagi ketempat penyimpanan semula, yaitu dirumah Habsah. Khalifah Usman meminta
agar umat Islam memegang teguh apa yang tertulis dimushaf yang dikirimkan
kepada mereka sedangkan mushaf-mushaf yang sudah ada ditangan umat Islam segera
dikumpulkan dan dibakar untuk menghindari perselisihan bacaan Al-Quran serta menjaga keasliannya. Fungsi Al-Quran sangat fundamental bagi sumber agama dan
ilmu-ilmu Islam. Oleh karena itu, menjaga keaslian Al-Quran dengan menyalin dan membukukannya
merupakan suatu usaha demi perkembangan ilmu-ilmu Islam dimasa mendatang[5].
Seperti Khalifah-khalifah sebelumnya, Khalifah
Usman memberikan perhatian besar kepada pengiriman tentara kebeberapa wilayah yang
belum ditaklukan. Besar juga hasil yang dipelroleh dari pengiriman ekspedis
dimasa ini bagi perluasan kekuasaan Islam, yang mencapai tripoli, ciprus, dan
beberapa daerah lain tetapi, gelombang ekspedis berhenti sampai disini karena perselisihan pemerintahan dan
kekacauan yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Usman
d. Pada Masa Khalifah Ali bin Abi
Thalib
Setelah Usman meninggal, kekhalifahan diganti oleh Ali bin Abi tholib sebagai khalifah. Ia dibaiat secara beramai-ramai oleh masyarakat. Ali diangkat sebagai
khalifah keempat di masjid Nabawi Madinah pada 24 juni 656 M. sejak awal
kekuasaanya, kekhalifahan Ali selalu di selimuti pemberontakan hingga berakhir
tragis dengan terbunuhnya khalifah. Pada awal masa pemerintahannya, sudah digoncang peperangan dengan Aisyah (istri nabi) beserta Thalhah dan Abdullah bin Zubair yang berambisi menduduki jabatan khalifah. Peperangan di antara mereka disebut dengan perang
jamal (unta) karena Aisyah menggunakan kendaraan unta[6].
Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah, muncul pemberontakan lain sehingga masa
kekuasaan khalifah Ali tidak pernah mendapatkan ketenangan dan
kedamaian. Mu’awiyah sebagai gubernur Damaskus memberontak untuk menggulingkan kekuasaan
Ali. Ali terpaksa harus menghadapi peperangan lagi
melawan mu’awiyah dan pendukungnya yang terjadi di Shiffin. Tentara Ali sudah hampir pasti dapat mengalahkan tentara
mu’awiyah, ketika akhirnya mu’awiyah mengambil siasat untuk mengadakan tahkim, penyelesaian dengan adil dan damai. Semua anggota Ali menolak, tetapi atas desakan sebagian tentaranya, ia
menerima juga. Namun, tahkim malah
menimbulkan kekacauan karena mu’awiyah bersikap curang. dengan tahkim mu’awiyah
berhasil mengalahkan Ali, dan akhirnya mendirikan pemerintahan tandingan di
Damaskus[7].
Sementara itu, sebagian tentara ali menentang keputusan dengan cara tahkim.
Karena tidak setuju, mereka meninggalkan Ali mereka membentuk kelompok sendiri sebagai
kelompok khawarij. Golongan ini selalu merongrong kewibawaan Ali kekuasaan Ali sampai akhirnya beliau mati terbunuh seperti
yang dialami Usman. Sistem pendidikan pada
masa Khulafaarrosyidin dilakukan secara mandiri, tidak dikelola oleh
pemerintah, kecuali pada masa Khalifah Umar bin Khattab yang turut campur dalam
menambahkan kurikulum dilembaga kuttab para sahabat yang memiliki pengetahuan
keagamaan membuka majlis pendidikan masing-masing, sehingga pada masa Abu Bakar
misalnya lembaga pendidikan kuttab mencapai tingkat kemajuan yang berarti.
Kemajuan lembaga kuttab ini terjadi ketika masyarakat Muslim telah
menaklukan beberapa daerah dan menjalin kontak dengan bangsa-bangsa yang telah
maju ketika peserta didik selesai mengikuti pendidikan dikuttab mereka
melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi yakni dimasjid. Dimasjid ini ada dua tingkat, yakni tingkat
menengah dan tingkat tinggi. Yang membedakan diantara pendidikan itu adalah
kualitas Gurunya. Pada tingkat menegah gurunya belum mencapai status Ulama
Besar, sedangkan pada tingkat tinggi para pengajarnya adalah ulama yang
memiliki pengetahuan yang mendalam dan integritas kesalehan dan kealiman yang
diakui masyarakat.
Keempat khalifah inilah yang populer dengan sebutan
Khulafaur Rasyidin. Pada masa Khulafaur Rasyidin wilayah islam telah meluas
kearah jazirah Arab, yaitu meliputi Mesir, Persia, Syria dan Irak.
Perluasan wilayah selalu dibarengi
dengan aktivitas dakwah dan pendidikan secara teratur, terprogram dan
sistematik dengan mengikut sertakan guru-guru agama yang handal. Merekalah yang
melopori aktivitas pendidikan dengan mendidirikan lembaga-lebaga pendidikan.
Beberapa pendidikan di Mekkah, Madinah, Basrah, Kufah, Damaskus dan Mesir.
Sementara itu umat Islam sangat membutuhkan pelajaran agama yang bersumber dari
Al-Qur’an dan Al-Hadis.
Pada umumnya umat Islam masa itu tidak puas dengan
belajar pada sedikit guru. Mereka menempuh perjalanan yang sangat jauh untuk
mendengarkan seorang guru yang mengajarkan beberapa hadist atau bahkan untuk
memperoleh satu hadis saja. Perjalanan menelusuri pusat pendidikan Islam
dikenal dengan sebutan “rihlah ilmiyyah”.
Aktivitas ini selain menjadi ilmu dapat tersebar ke seluruh wilayah Islam, juga menjadi bukti bahwa
pendidikan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin tidak dibatasi dengan sister sekolah (school without wall). Di belakang hari
aktivitas ini mendorong lahirnya pembei dangan sejumlah disiplin ilmu agama,
seperti; tafsir, hadis, fikih, teologi, (kalam) dan lain-lain. Dikota-kota
inilah pendidikan Islam berkembang secara pesat.
Pada mulanya, pendidikan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin
dilakukan secara mandiri atau perorangan yang ditandai berdirinya
majelis-majelis pendidikan oleh para sahabat. Selain didirikan masjid di
beberapa kota penting umat Islam pada masa ini lembaga pendidikan sejenis
“kuttab” mencapai tingkat kemajuan yang berarti. Kurikulum atau materi
pelajaran pun ditentukan sendiri oleh permakarsanya, tetapi yang lebih dominan
adalah pembelajaran menulis dan membaca Al-Qur’an. Begitu pinting peran lembaga
pendidikan ini, sehingga para ulama berpendapat bahwa mengajarkan Al-Qur’an
merupakan fardu kifayah.
Materi pendidikan yang diajarkan pada masa Khalifaurrasyidin sebelum masa
umar bin khattab untuk kuttab adalah :
1. Belajar membaca dan menulis
2. Membaca al-Quran dan menghafalnya
Pada masa pemerintahan Umar bin Khatthab, pemerintahan
secara resmi menambahkan kurikulum untuk pembelajaran di Kuttab. Ketika itu
Khalifah Umar mengintruksikan perlunya pembelajaran berenang, mengenadarai
onta/kuda, memanah, membaca dan menghafal syair-syair yang mudah. Materi
pembelajaran di Kuttab berkembang menjadi;
a. Belajar
menulis dan membaca
b. Membaca dan
menghafal Al-Qur’an
c. Pokok-pokok
agama
d. Berenang
e. Mengendarai
onta/kuda
f. Memanah
Tentu,
dalam pelaksanaannya kurikulum tersebut disesuaikan dengan kondisi daerahnya.
Pelajaran berenang, umpamanya hanya dapat dilaksanakan didaerah atau
dikota-kota yang mempunyai sungai seperti Irak, Syaria, dan Mesir.
Pusat-pusat pendidikan
pada masa khulafaurrasyidin tidak hanya dimadinah, tetapi menyebar diberbagai
kota, seperti kota Maakkah dan Madinah, kota Bashrah dan Kuffah, kota Damsyik
dan Palestina dan kota Fisstat Mesir. Dipusat-pusat daerah inilah pendidikan
Islam berkembang secara pesat.
Ketika Umar bin Khattab
diangkat menjadi Khalifah ia mengintruksikan pada penduduk kota agar anak-anak
diajarkan sebagai berikut : Berenang, Mengendarai onta, Memanah dan Membaca dan
menghafal syair-syair yang mudah dan peribahasa.
Sedangkan materi pendidikan
pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari : satu Al-Quran dan Tafsirnya
kedua Hadits dan mengumpulkan dan ketiga Fiqih
Ilmu-ilmu yang dianggap
duniawi dan ilmu Filsafat belum dikenal sehingga pada masa itu tidak ada. Hal
ini dimungkinkan mengingat konstruksusial masyarakat ketika itu masih dalam
pengembangan wawasan keislaman yang lebih difokuskan pada pemahaman al-Quran
dan Hadits.
D. KESIMPULAN
Dari isi makalah
diatas dapat disimpulkan sebgai berikut:
1. Sejarah pedidikan pada masa khulafaur Rasyidin, pada masa Abu Bakar adalah masa mulai munculnya nabi-nabi palsu maka ia memusatkan
perhatiannya untuk memberantas orang-orang yang mengaku nabi, dan juga mulai
memperluas (ekspansi) daerah kekuasaan Islam. Sedangkan pada masa Umar bin
Khatab ini Islam mengalami kejayaan dengan meluasnya daerah kekuasaan
islam, Umar pun memberikan kebijakan kepada para panglimanya untuk mendirikan
masjid-masjid di setiap daerah yang sudah di taklukannya masjid tersebut selain
digunakan untuk ibadah juga di gunakan untuk kepentingan pendidikan.
Dan Masa Ustman bin Affan mulai terjadinya
pengiriman guru-guru untuk membantu pendidikan di daerah-daerah yang sudah
dikuasai Islam pada masa itu, juga mulai terjadinya pembukuan Al-Qur’an dan mulai di terapkannya mushaf ustmani
sebagai mushaf Al-Qur’an. Sedangkan Masa Ali bin Abi Tholib sejak ia memerintah
banyak sekali pemberontakan-pemberontakan yang terjadi antara lain
pemberontakan Aisyah beserta thalhah dan Abdullah bin Zubair yang berambisi
menduduki kursi kekhalifahan juga pemberontakan yang di lakukan mu’awiyah yang
juga sama ingin menduduki kursi ke khalifahan.
2. Proses-proses kebijakan pada
kepemimpinan para khulafaur Rasyidin.
Materi pendidikan yang diajarkan pada masa
Khalifaurrasyidin sebelum masa umar bin khattab untuk kuttab adalah Belajar membaca dan menulis Membaca al-Quran dan
menghafalnya. Belajar pokok-pokok Agama, seperti cara wudlu,
sholat, puasa dan sebagainya
E.
PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sajikan tentunya masih banyak kekurangan
disebabkan keterbatasan sumber dan pengetahuan penyusun. Kritik dan saran yang
konstruktif sangat kami harapkan dalam rangka pembuatan makalah selanjutnya
yang lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah
khasanah pengetahuan, manfaat untuk kita semua. Amiiinn.
F. DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Usairy Ahmad, Sejarah Islam,
jakarta; Akbar Media, 2009,
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,
Jakarta: PT Grafindo Persada, 2007.
Bastoni Hepi Andi, Sejarah Para
Khalifah, Jakarta; Pustaka Al-kautsar, 2008
Hasan Ibrahim, Sejarah Kebudayaan
Islam, Jakarta; Kalam Mulia
Khoriyah, Reorientasi wawasan Sejarah Islam, Yogyakarta: Teras, Cet I
2012.
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan
Islam, Jakarta, 1996
Thoha As’ad, Sejarah Pendidikan
Islam, Yogyakarta: Ihsan Madani, 2011.
www.google.com/Pendidikan.Islam.Pada.Masa.Khulafarosyidin/Diakses.29september2012.
[1] Hasan Ibrahim,
Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta;
Kalam Mulia, Hal, 393.
[2] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam,
Yogyakarta, Teras 2012, Hal 55.
[4] Thoha As’ad, Sejarah Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Ihsan Madani, 2011. Hal 16-17.
[6] Al-‘Usairy
Ahmad, Sejarah Islam, jakarta; Akbar
Media, 2009, hal 142.
[7] Bastoni Hepi
Andi, Sejarah Para Khalifah, Jakarta;
Pustaka Al-kautsar, 2008, hal 3.
[8] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta,
1996, hal, 42.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar